Gunung Krakatau, Letusan
Dahsyat dan Terkuat di Tahun 1883
Letusan gunung krakatau pada 26-27 Agustus 1883 menjadi salah satu letusan
gunung merapi yang paling mematikan sepanjang sejarah. Diperkirakan sebanyak
36.000 jiwa tewas pada letusan yang berlangsung 4 kali dari jam 5.30 hingga
10.02. Suara dari letusan tersebut bahkan terdengar hingga Australia dan
wilayah Mauritius. Letusan gunung krakatau sejauh ini merupakan suara terkuat
yang terekam sepanjang sejarah, bersama letusan gunung Tambora di tahun 1815
yang juga terletak di kepulauan Indonesia.
Gunung Krakatau terletak di Selat Sunda, selat yang berada diantara pulau
Jawa dan Sumatera. Aktivitas vulkanik terjadi disebabkan subduksi dari lempeng
tektonik Indo-Australia ketika bergerak ke utara menuju daratan Asia. Letusan
ini memiliki Volcanic Explosivity Index (VEI) sebesar 6, atau setara 200
megaton TNT. Dengan kata lain, letusan Gunung Krakatau menimbulkan ledakan
sekuat 13.000 kali ledakan nuklir yang menghancurkan Hiroshima di Jepang pada Perang
Dunia ke II.
Pada Mei 1883, kapten Elizabeth, kapal perang dari Jerman, melaporkan awan
abu diatas Krakatau. Kapal ini memperkirakan terdapat awan setinggi 9,6 km.
Sekitar dua bulan sebelum letusan, kapal komersial dan perahu wisata disekitar
wilayah tersebut sering melaporkan petir, suara gemuruh, dan awan pijar.
Masyarakat yang tinggal di sekitar pulau tersebut juga merayakan festival
merayakan kembang api alami yang menyala di langit malam. Sayang sekali
festival tersebut berakhir tragis pada 27 Agustus 1883.
Kronologi Letusan Gunung Krakatau
Tanggal 26 agustus 1883 siang hari, sekitar pukul 12.53 waktu setempat,
letusan awal gunung Krakatau memunculkan awan gas dan reruntuhan sepanjang 24
kilometer menuju wilayah Perboewatan. Para peneliti berpikir bahwa reruntuhan
dari letusan tersebut akan memungkinkan munculnya tekanan di dalam ruang magma.
Pada pagi hari tanggal 27 Agustus, empat letusan maha dahsyat terjadi serta
menenggelamkan Perboewatan dan Danan menjadi berada di bawah
permukaan laut.
Letusan awal tersebut memecahkan ruang magma dan membuat air laut mengalami
kontak dengan lava panas. Hasilnya, terjadilah apa yang dikenal sebagai
kejadian phreatomagmatic. Air mendidih dengan cepat, menciptakan
aliran super panas yang membawa piroklastik mengalir sepanjang 40 km dengan
kecepatan melebihi 100 km/jam.
Tephra dan gas vulkanik panas menimbulkan banyak korban di wilayah Jawa
barat dan Sumatera. Akan tetapi, kebanyakan korban jiwa letusan gunung Krakatau
disebabkan tsunami dengan tinggi lebih dari 60 meter. Tsunami tersebut merendam
seluruh pulau terdekat dari gunung Krakatau. Penduduk dari wilayah pantai di
pulau Jawa dan Sumatera melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi.
Kapal uap Berouw di Sumatera terlempar lebih dari 1,5 km ke daratan dan
menyebabkan 28 awal kapal tewas. Kapal lainnya, Loudon, tengah berlabuh di
dekatnya. Kapten kapal bernama Lindemann sukses mengubah haluan untuk
menghadapi gelombang dan kapal tersebut bertahan di puncak gelombang. Saat
gelombang tsunami berhenti, para awal dan penumpang melihat tidak ada lagi yang
tersisa dari kota cantik yang terletak di tempat mereka berlabuh.
Setelah letusan terjadi, sinar matahari tidak menembus permukaan daratan di
sekitar gunung Krakatau selama 3 hari. Pengukur tekanan udara mencatat bahwa
gelombang kejut di atmosfer mengelilingi planet setidaknya sebanyak tujuh kali.
Selama 13 hari, lapisan sulfur dioksida dan gas lainnya membuat sinar matahari terhalang
untuk masuk ke bumi. Efek atmosfer ini membuat efek spektakuler seolah matahari
terbenam di sepanjang Eropa dan Amerika Serikat. Secara rata-rata, temperatur
global menjadi 1,2 derajat lebih dingin selama 5 tahun berikutnya.
Tekanan yang dihasilkan dari letusan keempat dan kelima menyebar dari
Krakatau dengan kecepatan 1.086 km/jam. Letusan tersebut begitu kuat dan
membuat pecah gendang telinga para pelaut disekitar selat sunda. Tekanan
tersebut menyebar ke seluruh dunia dan terekam di semua alat pengukur tekanan
yang ada, serta terus berlanjut hingga 5 hari setelah ledakan. Hasil rekaman
alat pengukur menunjukkan bahwa gelombang kejut dari letusan terakhir bergema
ke seluruh dunia sampai 7 kali. Gumpalan abu menyelimuti wilayah tersebut
dengan ketinggian sekitar 80 km.
Letusan berakhir dengan cepat setelah yang kelima kalinya. Pada pagi hari
di 28 Agustus, aktivitas krakatau terhenti sejenak. Selanjutnya berlangsung
letusan kecil, yang kebanyakan mengeluarkan lumpur, hingga Oktober 1883.
Kehidupan Tanpa Sinar Matahari
Meski dianggap sebagai salah satu letusan vulkanik yang paling
menghancurkan di masa modern, krakatau bukanlah letusan terbesar dalam sejarah
Indonesia. Letusan gunung berapi terbesar terjadi saat gunung Tambora meletus
pada 10 April 1815. Tambora menjadi satu-satunya letusan gunung berapi pada
sejarah modern yang mencapai VEI pada skala 7.
Letusan Tambora juga membuat berbagai lainnya, bahkan hingga mencapai
Amerika Serikat, mengalami tahun tanpa musim panas di tahun 1816. Gagal panen
melanda seluruh dunia. Namun peristiwa ini justru menimbulkan temuan yang tak
terduga yaitu sepeda. Sepeda merupakan pengganti kuda karena dianggap terlalu
mahal untuk diberi makan.
Tak hanya menutup masuknya sinar matahari, letusan gunung Krakatau
menimbulkan kejadian tragis bagi masyarakat yang tinggal di provinsi Lampung
saat itu. Pada 27 Agustus 1883, sekiar siang hari, terjadi hujan awan panas
disekitar Katibung, provinsi Lampung. Sekitar 1.000 tewas dan menjadi lokasi
dengan korban jiwa terbanyak selain di Krakatau sendiri.
No comments:
Post a Comment